BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena sosial yang terjadi dalam
masyarakat.Dalam menyelesaikan masalah social dibutuhkan suatu teori untuk
menyelesaikannya.Teori- teori tersebut lahir dari pengalaman- pengalaman yang
terjadi dalam kehidupan sehari- hari. Di zaman modern ini, orang dengan
berbagai aktivitas dan kepentingan silih berganti, kadang dapat membuat seorang
individu atau suatu kelompok mengalami disjungsi atau persinggungan dengan
individu atau kelompok yang lain yang akan mengakibatkan konflik.
Teori konflik
ini menjadi relevan di saat ia mengkritik bahwa suatu masyarakat jika dalam
fungsinya kemudian terjadi perubahan, perkembangan cenderung lebih lambat.
Karena salah satu tokoh Ralf Dahrendorf menyebutkan bahwa masyarakat itu tidak
selalu seimbang akan tetapi akan mengalami perubahan pada masyarakat itu
sendiri. Sebagai landasan dasar teori Dahrendorf tidak menggunakan teori Simmel
(seperti yang dilakukan Coser) melainkan membangun teori dengan separuh
penolakan, separuh penerimaan dan modifikasi teori sosiologi Karl Marx.
B. Rumusan Masalah
1. Teori konflik
2. Biografi Ralf Dahrendorf
3. Pandangan Teori Konflik Ralf Dahendorf
4. Penyebab
Konflik
C. Tujuan
Agar para
mahasiswa dapat memahami dan mengerti dari salah satu tokoh sosiologi yaitu
Ralf Dahrendorf tentang teori konflik struktural yang membahas tentang
bagaimana pengertian tersebut.Serta kita dapat mengetahui lebih dalam lagi satu
masalah dalam teori sosiologi modern sehingga bisa diterapkan dengan
menggunakan teori-teori para tokoh sosiologi tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori Konflik
Sosiologi
bukanlah ideologi, ia adalah seperangkat ide yang bertumpu pada posisi atau
kedudukan sosial atau pengembangan tindakan sosial. Sesungguhnya sosiologi
merupakan ilmu pengetahuan.Artinya, seperangkat ide-ide untuk menjelaskan
kehidupan sosial.Faktor ide memiliki konsekuensi yang dapat mempengarughi
penyelidikan, arah dan bentuk.Hal yang dapat di terima dari seperangkat ide dan
pengetahuan juga di tetapkan oleh adanya aplikasi dari kriteria ilmu
pengetahuan tersebut.
Salah satu cara
sederhana untuk mendapatkan karakteristik suatu ilmu pengetahuan adalah dengan
menggambarkannya secara konkrit. Untuk memperoleh gambaran suatu ilmu minimal
dibutuhkan adanya kriteria substansi ilmu sosial secara konkrit. Artinya secara
lebih tegas ialah apa yang menjadi pusat perhatian para pakar yang mengkhususkan
diri pada suatu ilmu pengetahuan tertentu. Dengan demikian maka pusat perhatian
suatu ilmu pengetahuan dapat dirinci degan mengemukakan variabel bebas dan variabel
terikat.
Secara singkat
dapat dijelaskan bahwa sosiologi mempelajari masyarakat dan hubungan-hubungan
antara pribadi-pribadidalam masyarakat tersebut.Lebih jelasnya setiap ilmu
pengetahuan yang merupakan bagian dari ilmu-ilmu sosial, dibandingkan dengan
sosiologi untuk memperoleh gambaran menyeluruh.[1]
Masyarakat yang
menjadi sasaran ilmu sosial dapat dilihat sebagai sesuatu yang terdiri dari
berbagai aspek.Mulai dari aspek ekonomi yang berhubungan dengan produksi,
distribusi dan penggunaan barang dan jasa. Ilmu ekonomi berusaha bagaimana
meningkatkan produksi bahan sandang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.Ilmu
politik mempelajari suatu aspek khusus pula dari kehidupan masyarakat yang
berhubungan dengan kekuasaan.Sedangkan sosiologi memusatkan perhatiannya pada
aspek-aspek masyarakat yang bersifat umum, dan berusaha mendapatkan pola-pola
umum darinya seperti halnya soal upaya untuk mendapatkan kekuasaan dibayangkan
sosiologi sebagai salah satu bentuk konflik.Sehingga bermunculan berbagai upaya
untuk menjelaskan teori-teori konflik tersebut.
Teori konflik
sebagian berkembang sebagai reaksi terhadap fungsionalisme structural dan
akibat berbagai kritik. Teori konflik
ini berasal dari berbagai sumber lain seperti teori Marxian dan pemikiran
konflik sosial dari simmel. Pada 1950an dan 1960an teori konflik menyediakan
alternative terhadap fungsionalisme structural, tetapi dalam beberapa tahun
terakhir telah digantika oleh berbagai macam teori Neo-Marxian.Salah satu
kontribusi utama teori konflik adalah meletakkan landasan untuk teori-teori
yang lebih memanfaatkan pemikiran Marx.Masalah mendasar dari teori konflik adalah
teori itu tidak pernah berhasil memisahkan dirinya dari akar structural
fungsionalnya.Teori ini lebih merupakan sejenis fungsionalisme structural yang
angkuh ketimbang teori yang benar-benar berpandangan kritis terhadap
masyarakatnya.
B.
Biografi Ralf Dahrendorf
Ralf Dahrendorf
Lahir di Hamburg Jerman, pada tanggal 1 Mei 1929, Ralf Dahrendorf dibesarkan di
Berlin. Ayahnya adalah politisi Demokrat Sosial, Gustav Dahrendorf.Seperti
ayahnya, Ralf Dahrendorf adalah penentang aktif rezim Nazi dan meskipun masih anak
sekolah, dia ditangkap dan ditahan di sebuah kamp di Frankfurt-an-der-Oder
selama tahun terakhir Perang Dunia II. Dahrendorf kemudian berkomentar bahwa ia
telah mengalami perasaan pembebasan dua kali dalam hidupnya: sekali ketika
Tentara Merah membebaskan Berlin dan lagi ketika ia dan ayahnya diselundupkan
keluar dari kota itu oleh Inggris.
Setelah perang
mulai Dahrendorf terkenal sebagai seorang filsuf dan sosiolog. Dia membaca
klasik dan filsafat di Universitas Hamburg, memperoleh gelar doktor pada tahun
1952, sebelum melakukan studi pascasarjana di bidang sosiologi di London School
of Economics antara 1952 dan 1954, memperoleh gelar doktor kedua pada tahun
1956. Kembali ke Jerman, ia menjadi Profesor Sosiologi di Universitas Hamburg
pada tahun 1958, dan kursi kemudian diadakan di Universitas Tbingen (1960-1965)
dan di University of Konstanz (1966-1969), yang telah Wakil Ketua pendiri
Komite (1964-1966).
Karir politik
Dahrendorf dimulai di Jerman pada tahun 1968, ketika ia terpilih sebagai
anggota Demokrat Bebas dari Baden-Wrttemberg Landtag (gedung parlemen negara
bagian). Tahun selanjutnya dia dipilih untuk Bundestag, dan menjadi anggota
dari Partai Demokrat Bebas pemerintah Willy Brandt koalisi Sosial Demokrat
sebagai menteri kantor junior asing yang bergerak dalam urusan Eropa di bawah
Menteri Luar Negeri Walter Scheel.
Pada tahun
1970, Dahrendorf meninggalkan politik dalam negeri untuk menjadi anggota dari
Komisi Eropa. Awalnya bertanggung jawab untuk perdagangan luar negeri dan
hubungan eksternal, ia mengambil penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan
portofolio pada tahun 1973. Setelah periode sebagai Komisaris Eropa, karir
Dahrendorf adalah terutama akademis dan intelektual, dan bergeser dari Jerman
ke Inggris.Dia adalah Direktur London School of Economics antara tahun 1974 dan
1984 (dan memang menulis sejarah Sekolah untuk menandai seratus di tahun
1995).Setelah periode singkat di Jerman, ia kembali ke Inggris pada tahun 1987,
kali ini sebagai Warden College St Antonius, Oxford, posisi yang dipegangnya
sampai pensiun pada tahun 1997.
Meskipun
komitmen akademis, Dahrendorf sangat aktif dalam kehidupan publik di Inggris ,
melayani antara lain pada Komisi Masyarakat Hansard tentang Reformasi Pemilu
(1975-76), Komisi Royal Pelayanan Hukum (1976-79) dan Komite untuk Meninjau
Fungsi Lembaga Keuangan (1977-1980). Diberikan gelar kebangsawanan pada tahun
1982, Dahrendorf mengambil kewarganegaraan Inggris pada tahun 1988, dan pada
tahun 1993 diciptakan rekan hidup, gaya Baron Dahrendorf Pasar Clare di Kota
Westminster. Meskipun ia sebelumnya tidak pernah aktif dalam partai politik
Inggris baru Lord Dahrendorf memilih untuk mengambil cambuk Demokrat Liberal di
House of Lords.
Setelah anggota
DPR, Dahrendorf segera memainkan peran aktif dalam politik Liberal Inggris.
Pada tahun 1995 ia memimpin Komisi Penciptaan Kekayaan dan Kohesi Sosial, badan
independen yang dibentuk oleh pemimpin Demokrat Liberal Paddy Ashdown (qv).
Memang, salah satu hal yang ia berharap untuk melakukan pensiun dari St Antony
adalah untuk menjadi lebih aktif dalam House of Lords, di mana ia menjadi
anggota Komite Pilih pada Kekuasaan didelegasikan dan Deregulasi dan di tahun
yang sama terkooptasi ke Select Committee on Masyarakat Eropa, Sub-Komisi A
(bidang ekonomi dan keuangan, perdagangan dan hubungan eksternal), serta
menjadi anggota dari Grup London All-Party.
Dahrendorf
berhasil Baroness Seear (qv) sebagai Presiden Summer School Liberal dan peserta
aktif dalam, Sekolah tahun 1998 pertama di bawah kepresidenannya. Ia menjadi
Pelindung Liberal International (World Union Liberal) pada tahun 1987. Di
samping direktur sekian banyak lainnya dan kegiatan amal – ia adalah Trustee
dari Yayasan Bantuan Amal – pada tahun 1997 ia menjadi Direktur Bank
Gesellschaft Berlin (Inggris) plc, sementara minatnya dalam hal Eropa berlimpah
ditunjukkan oleh tempatnya di Dewan Pengawas Central European University di
Budapest.[2]
Sebuah Fellow
dari Akademi Inggris, Fellow Kehormatan dari LSE, Anggota Luar Negeri (Amerika)
National Academy of Sciences, American Philosophical Society, Royal Irlandia
Academy, Akademi Rusia ilmu, dan Polandia Academy of Sciences, Dahrendorf juga
punya tahun 1998 dianugerahi dua puluh lima gelar doktor kehormatan dan telah
dihiasi oleh tujuh negara, termasuk Grosses Bundesverdienstkreuz mit Stern und
Schulterband Republik Federal Jerman pada tahun 1974. Dari tulisan-tulisan
banyak nya, banyak diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, mungkin yang paling
abadi adalah volume sosiologinya, Kelas dan Konflik Kelas , diterbitkan pada
tahun 1959 (yang asli diterbitkan pada tahun 1957). Dahrendorf memiliki tiga
anak perempuan dari istri pertamanya.Istri keduanya, Ellen, yang dinikahinya
pada tahun 1980, adalah seorang sarjana sejarah Rusia.
C.
Teori Konflik
Ralf Dahendorf
Istilah konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang
berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu
proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah
satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya. Konflik berarti persepsi mengenai perbedaan
kepentingan (perceived divergence of interest) atau suatu kepercayaan bahwa
aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dicapai secara simultan.Tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antaranggotanya atau dengan
kelompok masyarakat lainnya. Konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri. [3]
Teori konflik Ralf Dahrendorf muncul sebagai reaksi atas teori
fungsionalisme struktural yang kurang memperhatikan fenomena konflik dalam
masyarakat. Teori Konflik adalah suatu perspektif yang memandang masyarakat
sebagai sistem sosial yang terdiri atas kepentingan-kepentingan yang
berbeda-beda dimana ada suatu usaha untuk menaklukkan komponen yang lain guna
memenuhi kepentingan lainnya atau memproleh kepentingan sebesar-besarnya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa
individu dalam suatu interaksi.Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan
lain sebagainya.Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi
sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak
satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya.
Teori konflik merupakan sebuah pendekatan umum terhadap keseluruhan
lahan sosiologi dan merupakan teori dalam paradigma fakta sosial.Konflik
mempunyai bermacam-macam landasan seperti teori Marxian dan Simmel.Kontribusi
pokok dari teori Marxian adalah memberi jalan keluar terjadinya konflik pada
kelas pekerja.Sedangkan Simmel berpendapat bahwa kekuasaan otoritas atau
pengaruh merupakan sifat kepribadian individu yang bisa menyebabkan konflik.
Jika kalangan fungsionalis melihat adanya saling ketergantungan dan kesatuan di
dalam masyarakat dan hukum atau Undang-undang sebagai sarana untuk meningkatkan
integrasi sosial maka kalangan penganut teori konflik justru melihat masyarakat
merupakan arena dimana satu kelompok dengan yang lain saling bertarung untuk
memperebutkan “power” dan mengontrol bahkan melakukan penekanan dan juga
melihat hukum atau undang-undang itu tidak lain merupakan cara yang digunakan
untuk menegakkan dan memperkokoh suatu ketentuan yang menguntungkan
kelompok-kelompok lainnya.
Adapun asumsi yang mendasari teori sosial nonMarxian dibawa oleh
Dahrendorf. Ralf Dahrendorf mempunyai pandangan lain dalam melihat konflik
sosial. Bagi Dahrendorf, konflik di masyarakat disebabkan oleh berbagai aspek
sosial. Bukan melulu persoalan ekonomi sebagaimana menurut Karl
Marx.Aspek-aspek sosial yang ada di masyarakat ini kemudian terwujud dalam
bentuk teratur dalam organisasi sosial.Konflik sosial merupakan sesuatu yang
endemik dalam pandangan Dahrendorf.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori konflik Dahrendorf
dimana manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai andil dalam terjadinya
disintegrasi dan perubahan sosial. Masyarakat selalu dalam keadaan konflik
menuju proses perubahan. Masyarakat dalam berkelompok dan hubungan sosial
didasarkan atas dasar dominasi yang menguasai orang atau kelompok yang tidak
mendominasi. Teori konflik memandang masyarakat disatukan oleh ketidakbebasan
yang dipaksakan. Dengan demikian, posisi tertentu di dalam masyarakat
mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain. Fakta
kehidupan sosial ini mengarahkan Dahrendorf kepada tesis sentralnya bahwa
perbedaan distribusi otoritas selalu menjadi faktor yang menentukan konflik
sosial sistematis.
Dahrendorf memusatkan perhatian pada struktur sosial yang lebih
luas.Dia menyebut otoritas tidak terletak dalam individu tapi dalam
posisi.Sumber struktur konflik harus dicari dalam tatanan peran sosial yang
berpotensi untuk mendominasi atau ditundukkan. Menurut Dahrendorf, tugas
pertama analisis konflik adalah mengidentifikasi berbagai peran otoritas di
dalam masyarakat. Karena memusatkan perhatian kepada struktur berskala luas
seperti peran otoritas itu, Dahrendorf
ditentang para peneliti yang memusatkan perhatian pada tingkat individual.
Otoritas yang melekat pada posisi adalah unsur kunci adalam
analisis Dahrendorf.Otoritas secara tersirat menyatakan superordinasi dan
subordinasi.Mereka yang menduduki posisi otoritas diharapkan mengendalikan
bawahan.Artinya, mereka berkuasa karena harapan dari orang yang berada
disekitar mereka, bukan karena ciri-cri psikologis mereka sendiri.Otoritas
bukanlah fenomena sosial yang umum, mereka tunduk pada kontrol dan mereka yang
dibebaskan dari kontrol ditentukan di dalam masyarakat.Terakhir, karena
otoritas adalah absah, sanksi dapat dijatuhkan pada pihak yang menentang. Saat
kekuasaan merupakan tekanan (coersive) satu sama lain, kekuasaan dalam hubungan
kelompok-kelompok terkoordinasi ini memeliharanya menjadi legitimate dan oleh
sebab itu dapat dilihat sebagai hubungan “authority”, dimana beberapa posisi
mempunyai hak normatif untuk menentukan atau memperlakukan yang lang lain.
Konflik yang terjadi antara pedagang Pasar Raya dengan Pemko Padang
jika merujuk pada teori otoritas Dahrendorf, maka dapat disimpulkan bahwa Pemko
Padang merupakan pihak pemegang otoritas sementara para pedagang adalah pihak
yang tidak memegang otoritas.Dalam hal ini, pedagang berada pada posisi
ketidakbebasan yang dipaksakan.Sementara itu, Pemko Padang didelegasikan
kekuasaan dan otoritas.Maka dari itu, Pemko Padang memiliki kewenangan untuk
mengelola pasar yang merupakan asset Negara.[4]
Proses sosial yang ditekankan dalam model konflik berlaku untuk
hubungan sosial antara kelompok dalam (ingroup) dan kelompok luar (out-group).
Kekuatan solidaritas internal dan integrasi kelompok dalam (in-group) akan
bertambah tinggi karena tingkat permusuhan atau konflik dengan kelompok luar
(out-group) bertambah besar. Dengan adanya 2 sisi tersebut terjadi suatu bentuk
integrasi yang kuat antara kelompok pedagang sebagai kelompok yang merasa
dirugikan dengan pembuat kebijakan yaitu Dinas Pasar. Kelompok pedagang ini melakukan
perlawanan dengan cara memperkuat in groupnya agar dapat melawan kebijakan dari
Dinas Pasar.
Dahrendorf telah melahirkan kritik penting terhadap pendekatan yang
pernah dominan dalam sosiologi, yaitu kegagalan dalam menganalisa masalah
konflik sosial. Dia menegaskan bahwa proses konflik sosial itu merupakan kunci
bagi struktur sosial. Dahrendorf telah berperan sebagai corong teoritis utama
yang menganjurkan agar perspektif konflik dipergunakan dalam rangka memahami
dengan lebih baik fenomena sosial.
Dahrendorf membedakan golongan yang terlibat konflik itu menjadi
dua tipe. Kelompok semu (quasi group) merupakan kumpulan dari para pemegang
kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk karena
munculnya kelompok kepentingan. Tipe yang kedua adalah kelompok kepentingan
(interest group), terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas.Kelompok
kepentingan ini mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan serta anggota
yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya
konflik dalam masyarakat.
Pada konflik pedagang Pasar Raya Padang dengan Pemko Padang ini,
terjadi harapan peran yang disadari (kepentingan tersembunyi telah
disadari).Kelompok kepentingan ini telah memiliki struktur organisasi dan
tujuan yang jelas. Para pedagang yang terdiri dalam Asosiasi Pedagang Pasar
menyadari kepentingan yang ia perjuangkan yakni mendapatkan tempat yang layak
dan representative untuk berdagang dengan gratis.
D.
Penyebab
Konflik
Konflik merupakan suatu kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan
sering bersifat kreatif.Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak
sejalan.Berbagai perbedaan pendapat dan konflik biasanya diselesaikan tanpa
kekerasan dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagain besar
atau semua pihak yang terlibat.Penyebab konflik menurut Dahrendorf adalah
kepemilikan wewenang (otoritas) dalam kelompok yang beragam.Jadi, konflik bukan
hanya materi (ekonomi saja).
Dahrendorf memandang bahwa konflik hanya muncul melalui
relasi-relasi sosial dalam sistem. Setiap individu atau kelompok yang tidak
terhubung dalam sistem tidak akan mungkin terlibat konflik. Maka dari itu, unit
analisis konflik adalah keterpaksaan yang menciptakan organisasi-organisasi
sosial bisa bersama sebagai sistem sosial.Dahrendorf menyimpulkan bahwa konflik
timbul karena ketidakseimbangan antara hubungan-hubungan itu.Contohnya,
kesenjangan status sosial, kurang meratanya kemakmuran dan akses yang tidak
seimbang terhadap sumber daya serta kekuasaan yang tidak seimbang yang kemudian
menimbulkan masalah-masalah seperti diskriminasi, pengangguran, kemiskinan,
penindasan dan kejahatan.Masing-masing tingkat tersebut saling berkaitan
membentuk sebuah rantai yang memiliki potensi kekuatan untuk menghadirkan
perubahan, baik yang konstruktif maupun yang destruktif.
Dahrendorf memahami relasi-relasi dalam struktur sosial ditentukan
oleh kekuasaan.Ia mendefinisikan kekuasaan menjadi penyebab timbulnya
perlawanan. Esensi kekuasaan yang dimaksud oleh Dahrendorf adalah kekuasaan
kontrol dan sanksi sehingga memungkinkan mereka yang memiliki kekuasaan memberi
berbagai perintah dan mendapatkan apa yang mereka inginkan dari mereka yang
tidak memiliki kekuasaan. Jadi, konfik
kepentingan menjadi fakta tidak terhindarkan dari mereka yang memiliki
kekuasaan dan tidak memiliki kekuasaan.
Dahrendorf menjelaskan penyebab konflik dalam 6 teori utama.Teori
hubungan masyarakat menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang
terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda
dalam suatu masyarakat.Teori negosiasi prinsip menganggap bahwa konflik
disebabkan oleh posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang
konflik oleh pihak yang mengalami konflik.Teori kebutuhan manusia berasumsi
bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia baik
fisik, mental maupun sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi.Keamanan,
identitas, pengakuan, partisipasi dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan
dalam konflik.
Sementara itu, teori identitas berasumsi bahwa konflik disebabkan
karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau
penderitaan masa lalu yang tidak diselesaikan.Teori kesalahpahaman antarbudaya
berpandangan berbeda, teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan
dakan cara-cara komunikasi diantara berbagai budaya yang berbeda.Teori
transformasi konflik berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah
ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya
dan ekonomi.
Dinamika konflik menurut Dahrendorf akan muncul karena adanya suatu
isu tertentu yang memunculkan dua kelompok untuk berkonflik. Dasar pembentukan
kelompok adalah otoritas yang dimiliki oleh setiap kelompok yaitu kelompok yang
berkuasa dan kelompok yang dikuasai.Kepentingan kelompok yang berkuasa adalah
mempertahankan kekuasaanya sedangkan kelompok yang dikuasai adalah menentang
legitimasi otoritas yang ada.
Dahrendorf memandang wewenang dalam masyarakat modern dan
industrial sebagai kekuasaan.Relasi wewenang yaitu selalu relasi antara super
dan subordinasi.Dimana ada relasi wewenang, kelompok-kelompok superordinasi
selalu diharapkan mengontrol perilaku kelompok subordinasi melalui permintaan
dan perintah serta peringatan dan larangan.Berbagai harapan tertanam relative
permanent dalam posisi sosial pada karakter individual. Saat kekuasaan
merupakan tekanan satu sama lain, maka kekuasaan dalam hubungan kelompok
terkoordinasi ini memeliharanya menjadi legitimasi.
Konflik yang terjadi bersumber pada perbedaan pendapat mengenai
pembangunan kembali Pasar Raya Padang Inpres II, III dan IV setelah rusak
pascagempa tanggal 30 September 2009.Perbedaan kepentingan menjadi latar
belakang munculnya konflik pasar.Berbagai permasalahan dapat disimpulkan
sebagai berikut.Pertama, terjadinya konflik antar warga Pasar Raya dengan
Pemerintah disebabkan adanya perbedaan pendapat dalam menentukan alternatif
pembangunan Pasar Raya.Walikota sebagai pemimpin Pemko Padang, pertama kali
melontarkan ide untuk membangun kembali Pasar Raya menjadi bangunan pasar yang
modern (mall).Tujuan dari pembangunan tersebut agar bangunan Pasar Raya lebih
nyaman untuk dijadikan tempat jual-beli. Sebab, pascagempa 2009 lalu Pasar Raya
Padang semakin semrawut, saluran drainase tersumbat yang menyebabkan becek,
sampah-sampah menumpuk, tata ruang pasar tidak terurus dan sebagainya.
Isu kedua, bahwa pasar akan dibangun oleh
investor. Kata investor merupakan sosok yang ditakuti oleh para pedagang.
Mekanisme pasar sebagai pasar tradisional kemungkinan akan diganti dengan
mekanisme bisnis dengan untung yang sebesar besarnya. Isu yang dibangun
investor ditambah lagi dengan isu kurangnya ruang di dalam pasar.Para pedagang
takut jika mereka tidak mendapatkan tempat berdagang setelah pasar modern
dibangun.
Ketiga, perbedaan kepentingan tersebut telah melahirkan konflik
yang nyata antara pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dengan warga pasar
sebagai pihak yang dikuasai.Pemerintah ingin menggunakan otoritasnya sebagai
pemegang kekuasaan dalam menentukan bentuk bangunan Pasar Raya. Alasan Kota
Padang dimasa depan dan untuk menambah pemasukan PAD menjadikan landasan untuk
menjadikan Pasar Raya menjadi pasar modern. Tragedi Sentral Pasar Raya (SPR)
yang dibangun diatas terminal angkutan kota beberapa tahun lalu nyatanya telah
menyingkirkan pedagang kecil. Para pedagang tidak ingin hal itu terulang
lagi.Para pedagang takut jika pedagang besar dengan modal besar masuk dan
membeli lahan di pasar yang baru.Pedagang pasar sebagai pihak yang dikuasai
oleh pemda tidak lagi punya otoritas untuk menentangnya terlebih lagi untuk
menagih janji.Warga pasar sebagai yang dikuasai berusaha untuk melawan pemegang
kekuasaan.Konflik pun muncul ketika pemegang kekuasaan bertahan dalam
menggunakan kekuasaannya.
Teori konflik sebagian berkembang sebagai reaksi terhadap
fungsionalisme struktural dan akibat berbagai kritik, yang berasal dari sumber
lain seperti teori Marxian dan pemikiran konflik sosial dari Simmel. Salah satu
kontribusi utama teori konflik adalah meletakan landasan untuk teori-teori yang
lebih memanfaatkan pemikiran Marx.Masalah mendasar dalam teori konflik adalah
teori itu tidak pernah berhasil memisahkan dirinya dari akar
struktural-fungsionalnya.Teori konflik Ralf Dahrendorf menarik perhatian para
ahli sosiologi Amerika Serikat sejak diterbitkannya buku “Class and Class
Conflict in Industrial Society”, pada tahun 1959.
Asumsi Ralf tentang masyarakat ialah bahwa setiap masyarakat setiap
saat tunduk pada proses perubahan, dan pertikaian serta konflik ada dalam
sistem sosial juga berbagai elemen kemasyarakatan memberikan kontribusi bagi
disintegrasi dan perubahan. Suatu bentuk keteraturan dalam masyarakat berasal
dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang memiliki kekuasaan,
sehingga ia menekankan tentang peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban
dalam masyarakat.
Bagi Dahrendorf, masyarakat memiliki dua wajah, yakni konflik dan
konsesus yang dikenal dengan teori konflik dialektika. Dengan demikian
diusulkan agar teori sosiologi dibagi menjadi dua bagian yakni teori konflik
dan teori konsesus.Teori konflik harus menguji konflik kepentingan dan
penggunaan kekerasan yang mengikat masyarakat sedangkan teori konsesus harus
menguji nilai integrasi dalam masyarakat. Bagi Ralf, masyarakat tidak akan ada
tanpa konsesus dan konflik. Masyarakat disatukan oleh ketidakbebasan yang
dipaksakan. Dengan demikian, posisi tertentu di dalam masyarakat mendelegasikan
kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain.
Fakta kehidupan sosial ini yang mengarahkan Dahrendorf kepada tesis
sentralnya bahwa perbedaan distribusi ‘otoritas” selalu menjadi faktor yang
menentukan konflik sosial sistematis.Hubungan Otoritas dan Konflik Sosial Ralf
Dahrendorf berpendapat bahwa posisi yang ada dalam masyarakat memiliki otoritas
atau kekuasaan dengan intensitas yang berbeda-beda.Otoritas tidak terletak
dalam diri individu, tetapi dalam posisi, sehingga tidak bersifat statis.Jadi,
seseorang bisa saja berkuasa atau memiliki otoritas dalam lingkungan tertentu
dan tidak mempunyai kuasa atau otoritas tertentu pada lingkungan lainnya.
Sehingga seseorang yang berada dalam posisi subordinat dalam kelompok tertentu,
mungkin saja menempati posisi superordinat pada kelompok yang lain.
Kekuasaan atau otoritas mengandung dua unsur yaitu penguasa (orang
yang berkuasa) dan orang yang dikuasai atau dengan kata lain atasan dan
bawahan. Kelompok dibedakan atas tiga tipe antara lain : 1. Kelompok Semu
(quasi group) 2. Kelompok Kepentingan (manifes) 3. Kelompok Konflik Kelompok
semu adalah sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan yang sama tetapi belum
menyadari keberadaannya, dan kelompok ini juga termasuk dalam tipe kelompok
kedua, yakni kelompok kepentingan dan karena kepentingan inilah melahirkan
kelompok ketiga yakni kelompok konflik sosial. Sehingga dalam kelompok akan
terdapat dalam dua perkumpulan yakni kelompok yang berkuasa (atasan) dan
kelompok yang dibawahi (bawahan). Kedua kelompok ini mempunyai kepentingan
berbeda. Bahkan, menurut Ralf, mereka dipersatukan oleh kepentingan yang sama.
Mereka yang berada pada kelompok atas (penguasa) ingin tetap
mempertahankan status quo sedangkan mereka berada di bawah (yang dikuasai atau
bawahan ingin supaya ada perubahan.Dahrendorf mengakui pentingnya konflik
mengacu dari pemikiran Lewis Coser dimana hubungan konflik dan perubahan ialah
konflik berfungsi untuk menciptakan perubahan dan perkembangan. Jika konflik
itu intensif, maka perubahan akan bersifat radikal, sebaliknya jika konflik
berupa kekerasan, maka akan terjadi perubahan struktural secara tiba-tiba.
Menurut Dahrendorf, Adanya status sosial
didalam masyarakat (sumber konflik yaitu:
Adanya benturan kaya-miskin, pejabat-pegawai rendah, majikan-buruh)
kepentingan (buruh dan majikan, antar kelompok,antar partai dan antar Adanya dominasi Adanya ketidakadilan atau
diskriminasi. agama). kekuasaan
(penguasa dan dikuasai).
Dahrendorf menawarkan suatu variabel penting yang mempengaruhi
derajat kekerasan dalam konflik kelas/kelompok ialah tingkat dimana konflik itu
diterima secara eksplisit dan diatur. Salah satu fungsi konflik atau
konsekuensi konflik utama adalah menimbulkan perubahan struktural sosial
khususnya yang berkaitan dengan struktur otoritas, maka Dahrendorf membedakan
tiga tipe perubahan Perubahan
keseluruhan personel didalam posisi struktural yakni: Perubahan sebagian
personel dalam posisi dominasi.
Penggabungan kepentingan-kepentingan kelas subordinat dalam
kebijaksanaan kelas yang berkuasa. Perubahan sistem sosial ini menyebabkan juga
perubahan-perubahan lain didalam masyarakat antara lain Munculnya kelas, Dekomposisi tenaga kerja,
Dekomposisi modal: menengah baru
Analisis Dahrendorf berbeda dengan teori Marx, yang membagi masyarakat dalam
kelas borjuis dan proletar sedangkan bagi Dahrendorf, terdiri atas kaum pemilik
modal, kaum eksklusif dan tenaga kerja. Hal ini membuat perbedaan terhadap
bentuk-bentuk konflik, dimana Dahrendorf menganggap bahwa bentuk konflik
terjadi karena adanya kelompok yang berkuasa atau dominasi (domination) dan
yang dikuasai (submission), maka jelas ada dua sistem kelas sosial yaitu mereka
yang berperan serta dalam struktur kekuasaan melalui penguasaan dan mereka yang
tidak berpartisipasi melalui penundukan.
Sedangkan Marx berasumsi bahwa satu-satunya konflik adalah konflik
kelas yang terjadi karena adanya pertentangan antara kaum pemilik sarana
produksi dengan kaum buruh.Dahrendorf memandang manusia sebagai makhluk abstrak
dan artifisial yang dikenal dengan sebutan “homo sociologious” dengan itu
memiliki dua gambaran tentang manusia yakni citra moral dan citra ilmiah.Citra moral
adalah gambaran manusia sebagai makhluk yang unik, integral, dan bebas.Citra
ilmiah ialah gambaran manusia sebagai makhluk dengan sekumpulan peranan yang
beragam yang sudah ditentukan sebelumnya.
Asumsi Dahrendorf, manusia adalah gambaran citra ilmiah sebab
sosiologi tidak menjelaskan citra moral, maka manusia berperilaku sesuai
peranannya maka peranan yang ditentukan oleh posisi sosial seseorang di dalam
masyarakat, hal inilah masyarakat yang menolong membentuk manusia, tetapi pada
tingkat tertentu manusia membentuk masyarakat. Sebagai homo sosiologis, manusia
diberikan kebebasan untuk menentukan perilaku yang sesuai dengan peran dan
posisi sosialnya tetapi di sisi lain dibatasi juga oleh peran dan posisi
sosialnya di dalam kehidupan bermasyarakat.
Jadi ada perilaku yang ditentukan dan perilaku yang otonom, maka
keduanya harus seimbang. Salah satu karya besar Dahrendorf “Class and class
Conflict in Industrial Society” dapat dipahami pemikiran Dahrendorf dimana
asumsinya bahwa teori fungsionalisme struktural tradisional mengalami kegagalan
karena teori ini tidak mampu untuk memahami masalah perubahan sosial, terutama
menganilisis masalah konflik.
Dahrendorf mengemukakan teorinya dengan melakukan kritik dan
modifikasi atas pemikiran Karl Marx, yang berasumsi bahwa kapitalisme,
pemilikandan kontrol atas sarana-sarana produksi berada di tangan
individu-individu yang sama, yang sering disebut kaum borjuis dan kaum
proletariat.
Teori konflik dipahami melalui suatu pemahaman bahwa masyarakat
memiliki dua wajah karena setiap masyarakat kapan saja tunduk pada perubahan,
sehingga asumsinya bahwa perubahan sosial ada dimana-mana, selanjutnya
masyarakat juga bisa memperlihatkan perpecahan dan konflik pada saat tertentu
dan juga memberikan kontribusi bagi disintegrasi dan perubahan, karena
masyarakat didasarkan pada paksaan dari beberapa anggotanya atas orang lain.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Teori konflik Ralf Dahrendorf muncul
sebagai reaksi atas teori fungsionalisme struktural yang kurang memperhatikan
fenomena konflik dalam masyarakat. Teori Konflik adalah suatu perspektif yang
memandang masyarakat sebagai sistem sosial yang terdiri atas kepentingan-kepentingan
yang berbeda-beda dimana ada suatu usaha untuk menaklukkan komponen yang lain
guna memenuhi kepentingan lainnya atau memproleh kepentingan sebesar-besarnya.
Dinamika konflik menurut Dahrendorf
akan muncul karena adanya suatu isu tertentu yang memunculkan dua kelompok
untuk berkonflik. Dasar pembentukan kelompok adalah otoritas yang dimiliki oleh
setiap kelompok yaitu kelompok yang berkuasa dan kelompok yang
dikuasai.Kepentingan kelompok yang berkuasa adalah mempertahankan kekuasaanya
sedangkan kelompok yang dikuasai adalah menentang legitimasi otoritas yang ada.
Dahrendorf memandang wewenang dalam
masyarakat modern dan industrial sebagai kekuasaan.Relasi wewenang yaitu selalu
relasi antara sfuper dan subordinasi.Dimana ada relasi wewenang,
kelompok-kelompok superordinasi selalu diharapkan mengontrol perilaku kelompok
subordinasi melalui permintaan dan perintah serta peringatan dan
larangan.Berbagai harapan tertanam relative permanent dalam posisi sosial pada
karakter individual. Saat kekuasaan merupakan tekanan satu sama lain, maka
kekuasaan dalam hubungan kelompok terkoordinasi ini memeliharanya menjadi
legitimasi.
B.
Saran
Setelah mempelajari mengenai teori
konflik dan penjabaran teori konflik menurut tokoh Ralf Dahendorf serta pengaplikasiannya
dalam contoh masalah sehari-hari, maka penuli khususnya dan para pembaca pada
umumnya dapat mengambil pelajaran dan menambah wawasan mengenai teori konflik
Ralf Dahendorf.Sebagai mahasiswa sosial sudah seharusnya memandang suatu
kejadian sosial dengan suatu teori sosial juga, sehingga pelajaran yang di
dapat dapat ter aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Ritzer,
George & Goodman, Douglas J, Teori Sosiologi Modern, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, 1997.
Pruit&Rubin
dalam Novri Susan. Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer.(Jakarta:Kencana.2010)
[1] Ritzer,
George & Goodman, Douglas J, Teori Sosiologi Modern, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, 1997 hal 153
[2] http://naufanmboyz.blog.com/2013/03/13/biografi-ralf-dahrendorf/
diakses pada tanggal 5 November 2013 pukul 15:08 WIB
[3]
http://analiliskonflikDahendorf.com diakses pada tanggal 2 November
2013 pukul 11:05 WIB
[4] http://Dahendorfteorikonflik.com di akses 5 November 2013
pukul 15:10 WIB
[5]
Pruit&Rubin
dalam Novri Susan. Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer.(Jakarta:Kencana.2010) hal 117
Tidak ada komentar:
Posting Komentar